|
ilustrasi: Antara |
Barang kali memang sudah begini nasib rakyat pinggiran. Bahkan untuk membela nasibnya saja, mereka harus berjuang keras sendirian.
Nenek Rahmah (75) warga Lingkungan Rombongan Kelurahan Kepuh Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon, Banten, mendatangai PT Korindo Heavy Industry, di Jalan raya Anyer, Desa Gubung Sugih, Cilegon, Rabu (9/3), untuk mempertahankan nasibnya.
Pasalnya, Rahmah yang merupakan ahli waris keluarga almarhum Kamsari Adib pemilik lahan seluas 6000 meter yang saat ini dikuasai oleh perusahaan asal Korea Selatan sejak tahun 2007 lalu . Kedatangan Nenek tua itu tentu saja untuk meminta transparansi PT Korindo dalam penyelesaian ganti rugi lahan
Continue Reading...
Konflik Agraria
Oleh: Mustain mashud
Pengantar
Konflik tanah yang melibatkan rakyat, khususnya petani, baik dengan negara maupun dengan swasta sesungguhnya sudah terjadi sejak jaman kerajaan, terutama ketika Belanda menapakkan kakinya pertamakali di Indonesia. Berbeda dengan konflik tanah di jaman kerajaan yang lebih bernuansa kultural-hegemonik feodalistik, konflik dengan kolonial Belanda lebih berdimensi struktural kapitalistik yang eksploitatif.
Sejak era kolonial hingga kini, sumber persoalan hubungan konfliktual antara negara dan rakyat dalam hal hak penguasaan dan atau kepemilikan tanah adalah terletak pada sumber dan dasar hukum yang dipergunakan, yakni hukum negara yang positivistik dan hukum rakyat yang lokal yang acap disebut sebagai hukum adat. Kedua nya mempunyai latar historis dan dasar rasionalitasnya sendiri-sendiri.
Continue Reading...